KAIRO (SuaraMedia News) – Di Mesir, ketegangan lama antara mayoritas Muslim dan minoritas Kristen secara periodis muncul dalam kekerasan. Yang paling fatal dalam satu dekade terakhir adalah penembakan terhadap sebuah gereja pada malam Natal Koptik di bulan Januari yang membunuh enam umat Kristen dan seorang penjaga keamanan Muslim. Namun, di tengah-tengah perpecahan sektarian yang semakin meningkat, pemerintah Mesir mengatakan berkomitmen untuk memelihara sejarah keragaman relijius negaranya dengan melestarikan situs-situs relijius yang bersejarah.
Bulan lalu, Dewan Tertinggi Peninggalan Kuno Mesir mengumumkan penyelesaian lima tahun renovasi biara St. Anthony, biara Kristen tertua di dunia, memujinya sebagai simbol toleransi dan harmoni relijius di negara itu.
“Saya sangat bangga bahwa saya dapat memperbaiki tidak hanya situs-situs Firaun, tapi juga Islam, Koptik, dan Yahudi, karena semuanya adalah bagian dari warisan Mesir,” ujar Zahi Hawass, sekretaris jenderal Dewan Tertinggi Peninggalan Kuno.
Renovasi biara berusia 1,600 tahun yang berlokasi di sebuah oasis gurun, 100 mil tenggara Kairo, ini menelan biaya sebesar 14.5 juta dolar AS dan mempekerjakan 500 pekerja Muslim yang tinggal dan bekerja di dalam lahan biara. “Itu sendiri merupakan simbol koeksistensi,” ujar Hawass. “Selama bulan Ramadham, para rahib biasa untuk makan bersama para pekerja,” ujarnya, merujuk pada saat berbuka puasa.
Biara St. Anthony dibangun sekitar tahun 350 M untuk menghormati Santo Anthony, yang dipercaya luas sebagai pendiri monastisisme Kristen, yang hidup dan wafat di area tersebut. Renovasi itu memperlihatkan biara Koptik tertua di dunia, yang berasal dari abad ke-4 M. Kini, menurut Hawass, biara aktif yang menampung puluhan rahib itu menarik satu juta pengunjung dan peziarah tiap tahunnya.
Hawass berharap dengan melestarikan masa lalu Mesir yang beragam, ia dapat menyembuhkan masa kini Mesir yang bermasalah. “Hal-hal seperti yang saya lakukan ini dapat membuat orang-orang tahu bahwa kita adalah satu,” ujarnya. “Tidak ada perbedaan antara seorang Koptik dan seorang Muslim, kita semua adalah orang Mesir.”
Pekan lalu, 24 orang terluka dalam bentrokan antara Kristen dan Muslim di Mesir Utara pada hari Jumat (12/3) lalu.
Dua puluh orang, baik Koptik maupun Muslim, juga ditahan dalam kekacauan itu.
Bentrokan terjadi di provinsi Mersa Matrouh ketika diduga penduduk Muslim berusaha menghentikan para pekerja bangunan Kristen karena mengira mereka sedang membangun sebuah gereja.
Para pekerja Kristen itu mengatakan bahwa mereka sedang membangun tembok untuk rumah penginapan, bukan gereja.
“Sekitar 400 orang terlibat dalam perkelahian itu. Dua puluh orang ditahan, baik Muslim maupun Kristen, dan 24 lainnya terluka,” ujar salah satu petugas keamanan.
”Pasukan keamanan dikirimkan ke kota itu dan menginap di sana untuk memastikan tidak terjadi bentrokan lagi,” ujarnya.
Kaum Koptik, komunitas Kristen terbesar di Timur Tengah, membentuk antara 6-10% dari 80 juta penduduk Mesir.
Kaum Koptik dianggap setara dengan dengan Muslim menurut Konstitusi Mesir namun harus memperoleh ijin dari presiden untuk membangun gereja dan ijin dari gubernur untuk merenovasinya. (rin/csm/dn) www.suaramedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar