AP PHOTO/NTV JAPAN VIA APTN Gambar yang diambil dari televisi NTV memperlihatkan asap membubung dari Fukushima Daiichi, pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Okumamachi, Prefektur Fukushima, Jepang, Sabtu (12/3). Bagian atap serta tembok bangunan PLTN itu retak akibat guncangan gempa sehari sebelumnya. Kekhawatiran muncul akibat bocornya radiasi nuklir dari reaktor nuklir di PLTN tersebut.
Banyak orang yang merasa takut dengan informasi ledakan di Fukushima karena takut akan konsekuensi radiasi yang bisa muncul jika material radioaktif keluar dari reaktor nuklir tersebut. Kewaspadaan akan risiko tersebut memang telah diimbau Pemerintah Jepang, namun masyarakat tetap diminta tenang dan tidak panik.
Menurut pakar teknik nuklir dari Badan tenaga Nuklir Nasional Dr Ferhat Aziz M.Sc., kebocoran zat radioaktif memang terjadi di Fukushima, namun sejauh ini masih dalam batas terkendali. Ledakan yang terjadi pun, menurutnya bukan malah memperburuk kondisi reaktor nuklir, melainkan mememperkecil risiko.
Jadi apa yang sebenarnya terjadi di reaktor nuklir tersebut? "Ledakan sebenarnya terjadi pada secondary containment, bukan pada reaktornya," uangkap Dr Ferhat Aziz dalam perbincangan dengan Kompas.com, Rabu (16/3/2011).
Ia mengatakan, reaktor nuklir tersebut memiliki pelindung yang berlapis-lapis. Terdapat bagian-bagian seperti kelongsong bahan bakar, bejana reaktor, pengungkung primer, dan pengungkung sekunder.
Kelongsong berfungsi sebagai wadah bahan bakar. Bejana bahan bakar terbuat dari baja setebal 15-20 cm. Pengungkung primer terbuat dari baja setebal 7 cm, dan pengungkung sekunder berwujud gedung berbahan beton setebal 1-2 meter.
Nah, ledakan terjadi pada secondary containment di bagian atas bangunan reaktor tersebut. Menurutnya, ledakan berupa ledakan hidrogen, seperti ledakan bahan bakar biasa, bukan ledakan bahan bakar nuklir.
Ia menjelaskan, ledakan sendiri merupakan konsekuensi dari proses venting (pelepasan) yang dilakukan untuk mengurangi tekanan pada reaktor. Proses venting memang menyebabkan material radioaktif keluar bersama uap air dan hidrogen, namun masih pada jumlah yang bisa dikendalikan.
Venting harus dilakukan karena tingginya suhu di pusat reaktor masih harus diturunkan jika tidak ingin meleleh. Meski telah dimatikan, suhu reaktor masih sangat tinggi karena sistem pendinginnya mati. Untuk mempercepat pendinginan, TEPCO (Tokyo Power Electric Co) yang mengoperasikan reaktor tersebut menggelontorkan air laut ke reaktor. Saat ini, upaya pendinginan masih terus dilakukan menggunakan air laut maupun menyemprotkan air langsung dari helikopter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar